Skip to main content

Dhamma untuk anak anak



Anak-anak, pada saat ini kalian mungkin baru pertama kalinya mengadakan kebaktian bersama seorang bhikkhu. Meskipun demikian, sebelumnya mungkin sebagian dari kalian sudah pernah bertemu dengan bhikkhu. Hari ini, kita bersama merayakan salah satu hari raya umat Buddha yaitu Waisak. Waisak adalah kesempatan untuk para umat Buddha memperingati tiga peristiwa penting yang berhubungan dengan Sang Guru Agung, Sang Buddha Gotama. Peristiwa penting pertama adalah peringatan kelahiran Sang Calon Buddha yaitu Pangeran Siddhattha. Peristiwa kedua adalah peringatan Sang Calon Buddha mencapai kebuddhaan atau kesucian di bawah pohon Bodhi pada saat Beliau berusia 35 tahun. Dan, peristiwa ketiga adalah peringatan saat Sang Buddha wafat di bawah sepasang pohon Sala kembar pada usia 80 tahun.

Sebagai anak-anak, mungkin pernah terpikir bahwa Agama Buddha hanya berguna untuk orang dewasa saja. Pemikiran ini timbul karena di vihara manapun juga akan lebih mudah menjumpai orang dewasa daripada anak-anak. Namun, pemikiran seperti itu jelas tidak benar. Agama Buddha sesungguhnya juga sesuai untuk anak-anak. Kesesuaian dan manfaat untuk anak-anak ini dapat disimpulkan dari riwayat Sang Buddha sendiri.


Pada saat Beliau masih berusaha tujuh tahun dan disebut sebagai Pangeran Siddhattha, Beliau sudah mampu bermeditasi sehingga mencapai tingkat konsentrasi tertentu. Beliau bermeditasi dengan mempergunakan pernafasan sebagai obyek konsentrasi. Pada saat itu, Beliau telah mampu berkonsentrasi dengan baik untuk waktu yang lama. Dengan demikian, pengalaman Beliau ini membuktikan bahwa seorang anak berusia tujuh tahun sekalipun dapat berlatih meditasi sesuai dengan Ajaran Sang Buddha. Jadi, Agama Buddha bermanfaat untuk anak-anak.

Selain meditasi sesuai untuk dilaksanakan seorang umat Buddha di usia dini atau anak-anak, dari kisah Sang Buddha lainnya dapatlah diketahui bahwa anak-anak pun mendapatkan perhatian dari Sang Buddha. Disebutkan dalam kisah itu, pada suatu pagi Sang Buddha sedang mengembangkan kemampuan batin melalui meditasi. Beliau melihat dengan kekuatan batinNya seorang anak yang sedang terbaring lemah di beranda rumah karena ia sakit parah. Sang Buddha mengetahui bahwa anak tersebut akan meninggal dunia pada hari itu juga. Anak tersebut mempunyai pikiran yang kurang bahagia akibat kekikiran ayahnya. Anak ini sakit badan dengan pikiran menderita. Apabila kondisi pikirannya dibiarkan seperti itu, maka ketika ia meninggal dunia, anak ini akan segera terlahir di alam menderita sesuai dengan pikiran buruk yang ia miliki saat ini.

Menyaksikan kondisi tersebut, batin Sang Buddha dipenuhi dengan cinta kasih yang luar biasa. Beliau segera berusaha menolong anak tersebut. Beliau berjalan perlahan di depan rumah anak itu. Ketika sang anak melihat Sang Buddha, ia sangat kagum dan terpesona oleh keagungan Sang Buddha. Anak itu sambil merangkapkan kedua telapak tangan di depan dada, ia segera mengucapkan kalimat: “Aku berlindung kepada Buddha, Aku berlindung kepada Dhamma, Aku berlindung kepada Sangha”. Kalimat tersebut jika diucapkan dalam bahasa Pali adalah Buddham Saranam Gacchami, Dhammam Saranam Gacchami, Sangham Saranam Gacchami . Ketiga kalimat tersebut hingga saat ini selalu dibaca pada setiap puja bakti. Dan, untuk menunjukkan kesungguhan tekad, para umat Buddha biasanya mengulang kalimat tersebut sampai tiga kali, yaitu dutiyampi (untuk kedua kalinya) dan tatiyampi (untuk ketiga kalinya).

Kembali pada kisah anak tersebut, setelah ia mengucapkan tekad perlindungan kepada Buddha, Dhamma dan Sangha, anak itu meninggal dunia. Ia meninggal dengan masih merenungkan keyakinannya kepada Buddha, Dhamma dan Sangha. Berbekal keyakinan pada Sang Tiratana (Buddha, Dhamma dan Sangha) itulah anak tersebut setelah meninggal dunia langsung terlahir di alam bahagia atau surga.

Pada saat anak itu meninggal dunia, bapaknya yang kikir dan kurang baik sifatnya itu kemudian menjadi sangat sedih. Ia terus menerus menangisi kepergian anaknya. Sampai pada suatu saat, datanglah seorang anak yang memiliki tinggi badan mirip dengan anaknya sendiri. Ia ikut menangis keras-keras disamping ayah yang sedang bersedih tersebut. Tangisan yang sedemikian keras membuat si ayah bertanya-tanya dalam batin. Ia ingin mengetahui penyebab kesedihan anak yang sebaya dengan anaknya yang baru saja meninggal tersebut.

Ayah yang telah kehilangan anak itu kemudian bertanya kepada anak yang sedang menangis keras tersebut, “Nak, apakah yang engkau tangisi sehingga engkau sangat sedih seperti ini?”. Anak itu menjawab : “Saya sedih karena saya tidak mempunyai roda untuk kereta main saya.”  Sang ayah yang sedang berkabung itu karena ingat anaknya sendiri, ia kemudian berkata, ”Kalau hanya ingin sepasang roda kereta mainan, maka tentu saya akan bisa memberikannya. Melihat dirimu, saya jadi teringat anakku yang sebaya usia denganmu.” Anak itu kemudian melanjutkan pembicaraannya, “Namun, roda kereta mainan saya pada bagian kanan adalah matahari dan roda kereta saya pada bagian kiri adalah bulan.”

Sangat kaget orangtua ini mendengar permintaan yang sedemikian anehnya. Ia kemudian berkata, “Kalau demikian halnya, engkau tidak usah menangis lagi karena keinginanmu tidak mungkin dapat dicapai.” Sang anak menjawab, “Lebih tidak mungkin mana, ketika saya menangisi bulan dan matahari yang masih tampak di langit dengan seseorang yang menangisi mereka yang sudah meninggal dan sudah tidak tampak lagi di depan mata ?”

Sang ayah terhenyak dan kemudian bertanya, “Siapakah engkau?”. “Saya adalah anakmu, ayah. Saya sekarang telah terlahir di alam surga. Saya berbahagia karena sebelum meninggal dunia saya sudah memiliki keyakinan kepada Buddha, Dhamma dan Sangha. Karena itu, ayah jangan lagi bersedih atas kematian saya.” Ternyata, anak yang meninggal karena sakit tersebut kini telah terlahir di surga. Ia kemudian ingin menyadarkan ayahnya dari kesedihan yang tidak ada gunanya. Dari pertemuan dengan anaknya itulah sang ayah akhirnya sadar akan manfaat serta kekuatan keyakinan pada Buddha, Dhamma dan Sangha.

Kisah Sang Buddha memperhatikan dan menolong anak yang menderita tersebut menunjukkan secara jelas dan tegas bahwa Ajaran Sang Buddha sangat bermanfaat untuk siapapun juga, termasuk untuk anak-anak. Salah satu hal penting yang perlu dimiliki oleh seorang umat Buddha adalah keyakinan yang kuat terhadap Buddha, Dhamma serta Sangha. Karena, ia yang yakin pada Buddha, Dhamma dan Sangha akan terkondisi mencapai kebahagiaan dalam kehidupan ini maupun setelah kehidupan ini dengan terlahir di alam bahagia atau surga.

Apabila seorang umat Buddha telah mempunyai keyakinan kepada Sang Tiratana, maka kualitas batin yang sudah baik ini hendaknya ditingkatkan lagi. Salah satunya, ia harus meneladani perilaku anak yang sakit dalam kisah di atas. Anak tersebut, walaupun telah terlahir di alam surga, ia masih berusaha mengajarkan kebajikan kepada ayahnya. Perubahan perilaku menuju pada kebaikan ini hendaknya juga dilakukan oleh anak-anak pada jaman sekarang. Apabila anak-anak sebelum mengenal dan mengerti Dhamma telah gemar membantu orang tua, maka setelah mengenal Dhamma, anak-anak tentunya harus lebih giat membantu orangtua. Anak-anak hendaknya selalu berpikir untuk senantiasa memberikan kebahagiaan kepada orangtua. Anak-anak hendaknya juga berusaha meringankan beban orang tua dengan selalu menjaga ucapan, perbuatan dan pikiran yang baik.

Dengan memiliki perilaku yang baik, maka anak-anak akan menjadikan orangtua selalu bahagia dan bangga atas segala kebaikan dan bantuan anak-anak. Bantuan anak-anak kepada orangtuanya dapat berbentuk ketekunan dan kerajinan belajar di sekolah sehingga mendapatkan nilai yang tertinggi serta membanggakan.

Sebaliknya, anak-anak yang saat ini masih memiliki sifat serta perilaku yang kurang baik, maka setelah mengikuti perayaan Waisak pada kesempatan ini hendaknya ia akan berusaha memperbaiki perilaku agar sesuai dengan Ajaran Kebajikan yang dicontohkan oleh Sang Buddha, Sang Guru Agung. Anak-anak dapt mulai membantu orangtua dari hal yang sangat sederhana, misalnya ikut aktif membaca paritta bersama dengan orangtua. Selain itu, anak-anak dapat membantu membersihkan altar atau cetiya Sang Buddha di rumah. Anak-anak juga bisa membantu menjaga kebersihan di rumah sehingga rumah menjadi tempat yang nyaman dihuni oleh semua anggota keluarga. Dengan melakukan hal-hal kecil yang bermanfaat untuk semua anggota keluarga seperti inilah seorang anak dapat menambah kebajikan sekaligus membahagiakan orangtua. Sikap baik seperti inilah yang sesuai dengan Ajaran Sang Buddha.

Perubahan perilaku berdasarkan keyakinan pada Sang Buddha, Dhamma serta Sangha inilah yang menjadi salah satu manfaat mengikuti perayaan Waisak dalam kesempatan ini. Sesungguhnya, perayaan Waisak bukan hanya sekedar mengikuti upacara pada hari ini, melainkan haruslah ditimbulkan pengertian dalam batin bahwa ternyata Agama Buddha memberikan manfaat dan kebahagiaan untuk anak-anak. Hal ini dapat dilihat dari kehidupan Pangeran Siddhattha yang telah mampu bermeditasi dari kecil dan juga setelah Beliau menjadi Buddha, Beliau juga memperhatikan serta menolong anak-anak yang sedang menderita.

Oleh karena itu, anak-anak yang telah berusia tujuh tahun atau lebih, hendaknya mulai sekarang berlatih meditasi. Apalagi di rumah telah memiliki cetiya atau altar, maka bersama dengan orangtua masing-masing, ia dapat melakukan pembacaan paritta dan bermeditasi. Dengan melakukan puja bakti secara rutin bersama orangtua, diharapkan akan tumbuh keyakinan yang kuat akan Buddha, Dhamma dan Sangha. Keyakinan yang kuat inilah yang nantinya menjadi pendorong semangat untuk selalu mengembangkan kebajikan melalui badan, ucapan dan pikiran. Banyaknya kebajikan yang dilakukan oleh anak-anak akan memberikan kebahagiaan serta kebanggaan kepada orangtua. Sama halnya dengan kisah di atas tentang anak yang sudah terlahir di surga rela membantu orangtuanya agar bahagia, demikian pula dengan anak-anak hendaknya selalu berusaha agar orangtua selalu bahagia.

Semoga uraian Dhamma yang singkat ini dapat lebih meningkatkan keyakinan anak-anak kepada Ajaran Sang Buddha.

Semoga anak-anak selalu berusaha mengembangkan kebajikan, khususnya kepada orangtua.
Semoga anak-anak selalu berbahagia dalam melaksanakan Ajaran Sang Buddha.
Semoga demikianlah adanya.
Selamat Waisak!

Semoga semua makhluk selalu bahagia.
Sabbe satta bhavantu sukhitatta. 

sumber : https://samaggi-phala.or.id/naskah-dhamma/dhamma-untuk-anak-2/

Popular posts from this blog

Selamat Datang - Nammo Buddhaya

Jadwal Kegiatan Sekolah Minggu Buddhis Vihara Arya Dharma

Untuk Saudara saudara yang ingin membawa anak anaknya ke sekolah minggu dan berdomisili di jayapura berikut jadwal kegiatan sekolah minggu di SMB Vihara Arya Dharma Minggu : pukul 10.00 WIT - 12.00 WIT